UPAYA MENGOPTIMALKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) sebagaimana diketahui telah diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan ada beberapa peraturan lainnya seperti bidang lingkungan, energi dan kehutanan.

Peraturan-peraturan di atas mengatur CSR secara umum atau dengan kata lain CSR sendiri hanya bagian kecil dari peraturan tersebut. Secara khusus CSR diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas.

Walaupun PP 47 mengatur secara khusus mengenai CSR tetapi jika dikaji seksama substansi PP tersebut setidaknnya belum merinci dengan jelas mengenai jumlah dan peruntukan CSR yang menjadi kewajiban dari perusahaan.

Kekurangan tersebut tidak hanya pada peraturan pelaksana saja bahkan undang-undang yang mendelegasikannya tidak menyebutkan secara eksplisit mengenai hal tersebut kecuali peraturan lain terkait untuk BUMN.

Karena tidak ditentukan tersebut maka hal ini dapat membuka peluang bagi “perusahaan yang kurang peduli” untuk tidak berlaku semestinya dalam pelaksanaan dan pelaporannya.

Untuk menutupi kekurangan serta memaksimalkan peraturan yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung CSR telah ditetapkan oleh Gubernur melalui Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan.

Sangat jelas dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Daerah tersebut menyebutkan bahwa dalam anggaran perusahaan mengalokasikan dari keuntungan bersih setelah dikurangi pajak atau dialokasikan dari mata anggaran lain yang ditentukan perusahaan sebesar 1% sampai dengan 2%.

Dengan adanya penetapan besaran alokasi dana untuk pelaksanaan CSR tersebut maka menjadi kewajiban moral pihak perusahaan untuk melaksanakannya, karena jika melanggar ketentuan norma perda tersebut terdapat konsekuensi sanksi yang bisa diberikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan peruntukan CSR juga sangat jelas diatur dalam Pasal 11 ayat (1) yang kemudian dirinci dalam pasal-pasal selanjutnya sehingga penggunaan CSR diharapkan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

Selain pembebanan terhadap perusahaan Peraturan Daerah tersebut juga mengatur mengenai pemberian penghargaan bagi perusahaan yang telah bersungguh-sungguh melaksanakan CSR, yang ditindaklanjuti dengan menetapkan Peraturan Gubernur Nomor 58 tahun 2017 tentang Pemberian Penghargaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Hal ini bermaksud peraturan yang dibentuk tidak hanya untuk membebani perusahaan tetapi juga memberikan reward apabila perusahaan telah melaksanakan CSR secara baik.

Walaupun peraturan yang menaungi CSR sudah lengkap dan jelas bukan berarti tidak ada celah pelanggaran atau kelalaian baik sengaja ataupun tidak sengaja dari pihak perusahaan dalam pelaksanaan CSR. Oleh karena itu untuk memaksimalkan peran perusahaan dalam pelaksanaan CSR tersebut perlu adanya peran serta masyarakat secara aktif.

Peran aktif tersebut antara lain misalnya membuat sejenis perjanjian atau kesepakatan dari masyarakat setempat dengan perusahaan yang difasilitasi oleh pemerintah mengenai apa yang harus dilaksanakan melalui CSR tersebut dengan tetap berpegang prinsip bahwa CSR dilaksanakan semata-mata untuk mensejahterakan masyarakat setempat sehingga poin-poin yang tercantum dalam naskah perjanjian atau kesepakatan tersebut merupakan keinginan dari masyarakat setempat yang tidak keluar dari substansi ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun perjanjian atau kesepakatan tersebut dapat diprakarsai oleh pemerintah desa setempat dengan perusahaan. Hal ini dimungkinkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tata Cara Kerjasama Desa di Bidang Pemerintahan Desa.

Untuk memperkuat perjanjian atau kesepakatan tersebut perlu ada komitmen pemerintah daerah mengenai sanksi yang diterapkan apabila ternyata perusahaan melanggar perjanjian atau kesepakatan tersebut di kemudian hari dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan. Karena tanpa komitmen, masyarakat tidak dapat berbuat banyak apabila terjadi pelanggaran sehingga yang menjadi korban atau pihak yang dirugikan adalah masyarakat setempat.

Dengan adanya sinergitas antara peran aktif masyarakat, dukungan pemerintah daerah dan komitmen perusahaan dalam menjalankan CSR maka diharapkan implementasi pengelolaan CSR khususnya di provinsi kepulauan bangka belitung dapat berjalan secara terarah sehingga dapat mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup.

(saran & kritik: sulaiman.ibrahim.m2@gmail.com)

Penulis: 
SULAIMAN, S.H.