PENETAPAN UPAH MINIMUM PROVINSI YANG BERKEADILAN BAGI PEKERJA DAN PENGUSAHA

Permasalahan di bidang ketenagakerjaan yang paling dominan dan mendasar adalah upah. Persoalan upah merupakan hal yang lazim dalam menimbulkan keresahan, terutama bagi kalangan pekerja. Hal tersebut tak jarang disebabkan oleh karena adanya upaya eksploitasi oleh pihak pengusaha terhadap upah/gaji. Padahal upah/gaji bagi pekerja adalah sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan fisik demi kelangsungan hidup mereka.

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

Berbicara mengenai ketenagakerjaan tentunya ada beberapa pihak yang terlibat di dalamnya yang akan menimbulkan hubungan industrial yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah. Upaya menciptakan hubungan industrial adalah dalam rangka mencari keseimbangan antara kepentingan pekerja, pengusaha dan pemerintah, karena ketiga komponen tersebut memiliki kepentingan masing-masing.

Bagi pekerja, perusahaan merupakan tempat untuk bekerja sekaligus menggantungkan harapan atas upah atau penghasilan yang layak agar dapat hidup sejahtera. Bagi pengusaha, perusahaan merupakan tempat untuk mengolah modal agar mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan bagi pemerintah, sebuah perusahaan sangat berperan penting sebagai tempat untuk menyerap tenaga kerja dan merupakan bagian dari kekuatan ekonomi yang menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, peran pemerintah sebagai regulator boleh dikatakan sangat strategis karena diharuskan menjadi penyeimbang antara kepentingan pekerja dan pengusaha agar terciptanya  hubungan industrial yang didasari atas keserasian, keselarasan dan keharmonisan masing-masing kepentingan.

Standar Kebutuhan Hidup Layak

Setiap pekerja yang bekerja pada suatu perusahaan berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam rangka mewujudkan pengasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusian, pemerintah telah menetapkan kebijakan terhadap pengupahan yang melindungi pekerja. Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja meliputi:

  1. Upah minimum;
  2. Upah kerja lembur;
  3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan;
  4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya;
  5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
  6. Bentuk dan cara pembayaran upah;
  7. Denda dan potongan upah;
  8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
  9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
  10. Upah untuk pembayaran pesangon; dan
  11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Upah minimum adalah upah bulanan terendah berupa upah tanpa tunjangan atau upah pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh Gubernur sebagai jaring pengaman. Sesuai ketentuan Pasal 89 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah Minimum berdasarkan wilayah provinsi ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota. Upah Minimum ditujukan pada pencapaian kebutuhan hidup layak dan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

Penetapan upah minimum oleh Gubernur dilakukan setiap tahun berdasarkan kebutuhan hidup layak dan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam penetapan upah minimum digunakan formula penghitungan tersendiri yaitu upah minimum tahun berjalan ditambahkan dengan hasil perkalian antara upah minimum tahun berjalan dengan penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat pertumbuhan produk domestik bruto tahun berjalan. Sehingga “angka” kebutuhan hidup layak dapat tercermin dalam penetapan upah minimum tahun berjalan.

Kebutuhan hidup layak terdiri dari beberapa komponen yang terbagi dalam beberapa jenis kebutuhan hidup. Komponen dan jenis kebutuhan hidup dilakukan peninjauan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. Peninjauan tersebut dilakukan melalui 2 (dua) tahapan yakni pengkajian dan penetapan hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup.

Peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup dilakukan oleh Menteri yang menangani urusan di bidang ketenagakerjaan dengan mempertimbangkan hasil kajian yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Nasional berdasarkan data dan informasi yang diterima dari Badan Pusat Statistik. Output hasil kajian yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Nasional berupa rekomendasi untuk selanjutnya ditetapkan oleh Menteri komponen dan jenis kebutuhan hidup secara nasional.

Setelah penetapan hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup oleh Menteri maka Dewan Pengupahan Provinsi melakukan perhitungan dan penetapan nilai kebutuhan hidup layak. Hasil penetapan nilai kebutuhan hidup layak menjadi acuan bagi Gubernur dalam menetapkan Upah Minimum Provinsi.  

Dengan ditetapkannya Upah Minimum Provinsi yang memperhatikan nilai kebutuhan hidup layak maka pekerja dapat merasakan kesejahteraan dan rasa aman dalam menghidupi keluarga beserta tanggungannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 90 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum yang telah ditetapkan. Dan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum dapat melakukan penangguhan. Dalam hal pemberian saran, pertimbangan, dan merumuskan kebijakan pengupahan serta untuk mengembangkan sistem pengupahan dibentuklah Dewan Pengupahan Provinsi.

Peningkatan Kompetensi dan Produktifitas Pekerja

Efektivitas kerja yang dilakukan oleh pekerja merupakan salah satu faktor untuk menjaga kelangsungan hidup dan produktifitas perusahaan. Efektivitas kerja banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pembagian kerja yang memberikan kejelasan untuk menjalankan tugas sesuai beban kerja dan tanggung-jawabnya. 

Selain itu, efektivitas kerja juga dipengaruhi oleh tingkat skill dan kompetensi yang dimiliki oleh pekerja. Karena skill dan kompetensi yang mumpuni wajib dimiliki oleh pekerja. Hal tersebut bertujuan agar pekerja mampu menopang jalannya roda perusahaan dalam menghasilkan barang/jasa. Jika jalannya roda tersebut lancar maka perusahaan akan memperoleh profit yang besar dan dapat melebarkan usaha pada sektor yang lain.

Peningkatan kompetensi selalu berbanding lurus dengan tingginya produktifitas pekerja. Karena ditangan pekerja yang berkompeten maka suatu pekerjaan dapat diselesaikan. Sehingga seluruh pekerja harus secara aktif berusaha dalam meningkatkan kompetensinya.

Setiap perusahaan memiliki tanggung-jawab dalam peningkatan dan pengembangan kompetensi pekerja melalui pelatihan kerja. Hal tersebut dijamin dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Setiap tenaga kerja berhak untuk memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya melalui pelatihan kerja.

Sehingga Upah Minimum Provinsi yang telah ditetapkan oleh Gubernur, dari sisi pengusaha yang akan membayar gaji/upah pekerja merasa diuntungkan karena memperoleh produktifitas pekerja yang tinggi dan kualitas kerja yang terjaga.

Terakhir, disarankan bagi pemerintah dan pemerintah provinsi harus lebih aktif melaksanakan pengawasan ketenagakerjaan, upah minimum dan penerapan sistem pengupahan secara rutin. Seluruh perusahaan baik besar maupun kecil diharapkan memberikan perlindungan gaji/upah terhadap pekerja beserta keluarganya dengan cara memenuhi Kebutuhan Hidup Layak dan Upah Minimum yang ditetapkan sehingga dapat tercapai kesejahteraan bagi mereka.

Penulis: 
GALIH PRIHANDANI UTOMO, S.H.