Ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, mengatur bahwa materi muatan peraturan daerah berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dalam tulisan ini penulis mencoba menguraikan hanya mengenai materi muatan rancangan peraturan daerah dalam rangka penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pembentukan peraturan daerah dalam rangka penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi adalah bentuk pelaksanaan “pendelegasian kewenangan” yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan lebih tinggi kepada peraturan daerah. Kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan lebih tinggi tersebut memerintahkan dengan tegas mengenai “ruang lingkup materi muatan yang akan diatur” dan “jenis peraturan perundang-undangannya”.
Pengertian “ruang lingkup materi muatan yang akan diatur” adalah pembatasan materi muatan yang menjadi objek pengaturan dari peraturan pelaksana sehingga ruang lingkupnya tidak mengutip kembali rumusan norma dalam peraturan yang memerintahkan, melebar atau mengatur hal lain dari ruang lingkup yang telah ditentukan. Sedangkan “jenis peraturan perundang-undangan” adalah kategori jenis peraturan yang diberikan kewenangan untuk mengatur, dengan penyebutan jenisnya berarti tidak ada lagi ruang untuk diatur selain jenis yang ditentukan, dengan demikian apabila jenis peraturan yang diberikan kewenangan berupa peraturan gubernur maka penyusunan materi muatan tersebut harus dibentuk dengan peraturan gubernur, bukan dengan peraturan daerah atau peraturan lainnya.
Delegasi materi muatan yang akan diatur berupa perintah langsung yang hanya menyebutkan materi muatan dan jenisnya, dan perintah langsung yang telah mengatur pokok-pokok materi muatannya. Jika dalam peraturan lebih tinggi tersebut telah diatur pokok materi muatannya maka hal itu dapat dijadikan sebagai pengantar (aanloop) dalam merumuskan norma atau ketentuan lebih lanjut dalam pasal atau ayat selanjutnya. Dengan demikian perumusan norma dalam rancangan peraturan daerah dilakukan dengan memasukan pengantar tersebut berikut penjabarannya. Sebagai contoh pendelegasian kewenangan ini dapat dilihat dalam peraturan perundang-undangan dengan pasal atau ayat yang berbunyi “ketentuan lebih lanjut mengenai (materi muatan) diatur dengan Peraturan Daerah (jenisnya).
Ketentuan mengenai penjabaran lebih lanjut ini merupakan dasar dalam pembentukan peraturan daerah sehingga walaupun tetap memerlukan naskah akademik, proses pengkajiannya tidak sesulit pengkajian terhadap suatu rancangan peraturan daerah yang tidak memiliki dasar pendelegasian kewenangan. Dengan kata lain pengkajian tersebut tidak perlu lagi mempertanyakan apakah peraturan daerah tersebut perlu dibentuk atau tidak, karena yang perlu diatur lebih menyangkut materi muatan yang diperlukan untuk kepentingan daerah dengan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi.