MENGUKUR REVITALISASI
SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MENJADI BLUD
Oleh Miro Bastian, SH
Hiruk pikuk penerapan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan salah satu tantangan bagi pemerintah provinsi dalam merevitalisasi sekolah untuk dapat meningkatkan sumber daya manusia dan unit pendidik agar para lulusannya dapat langsung bekerja di dunia industri melalui program revitalisasi SMK yang sudah dilakukan oleh pemerintah pusat sejak tahun 2017.
Berbagai upaya pemerintah daerah dalam mendorong lulusan SMK untuk dapat masuk dunia kerja salah satunya dengan revitalisasi SMK, walaupun karakteristik setiap SMK berbeda. Pemerintah daerah provinsi yang mempunyai kewenagan terhadap SMK perlu memperhatikan kewenangan yang diberikan dan tahapan untuk mencapai tujuan dari revitalisasi SMK tersebut, mengingat regulasi mengenai BLUD masih berpatokan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah. Namun salah satu arahan dari Presiden Joko Widodo yaitu menciptakan link and match antara sistem pendidikan dengan pemenuhan kebutuhan dunia industri melalui deregulasi dan debirokratisasi.
Peningkatan daya saing industry memicu daerah mengembangkan sumber daya yang ada dengan ciri khas lokal yang berbeda sehingga SMK pada daerah menyesuaikan dengan kebudayaan dan kebutuhan yang dibutuhkan oleh dunia industri dengan sarana dan prasarana yang terbatas. Para pendidik turut berperan penting dalam menciptakan keahlian siswa yang mampu menjawab tantangan dunia kerja. Dengan segala keterbatasan yang ada pemerintah daerah harus mampu mengatur SMK untuk direvitalisasi namun parameter yang khusus di bidang pendidikan belum ada. Sebagaimana tercantum dalam Permendagri nomor 79 tahun 2018, bahwa UPTD/Badan daerah yang akan menerapkan BLUD memenuhi persyaratan substantif, teknis dan administaratif dan perlu disinkronisasikan dengan Pasal 205 sampai dengan Pasal 211 PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Persyaratan substansif pada bidang pendidikan terutama SMK diupayakan terus didorong menjadi BLUD dengan tingkat pemerataan yang tidak seimbang pada kabupaten/kota di provinsi. Adanya orang tua yang mengkultuskan SMK tertentu sebagai SMK favorit membuat jurang pemisah yang semakin dalam terhadap SMK yang bukan favorit. Rujukan sekolah yang menjadi favorit dapat dijadikan tolak ukur atau pilot project bagi pemerintah daerah dengan menjadikannya sebagai BLUD pada tahun pertama bukan semua sekolah di provinsi tersebut, karena hal ini merupakan pelajaran yang berharga bagi sekolah yang berada di daerah yang tertinggal, terdepan dan terluar (T3) untuk lebih memotivasi sekolahnya untuk unggul pada bidang tertentu bukan di segala bidang dengan sekolah pilot project BLUD. Sebagai gambaran pasal 30 Permendagri 79 tahun 2018 persyaratan substansif terpenuhi apabila tugas dan fungsi SMK bersifat operasional dalam menyelenggarakan layanan umum yang menghasilkan semi barang/jasa publik, Karena terdapat perbedaan antara layanan umum SMK yang berada diluar daerah T3 dengan SMK pada daerah T3.
Mengenai Persyaratan substansif juga dijelaskan secara detail kategori layanan umum yang dimaksudkan dan SMK dapat masuk pada kategori Unit pelaksana teknis yang menjadi penyedia dalam pengadaan barang dan/atau jasa sesuai dengan praktik bisnis yang sehat sebagai salah satu bentuk pengembangan layanan umum.
Pola zonasi dalam penerimaan siswa baru menambah daftar panjang tantangan SMK dalam tahapan penerapan BLUD untuk mengejar ketertinggalan sistem pendidikan baik kriteria layak maupun kriteria berpotensi dengan sekolah yang lain secara berjenjang. Penjelasan Kriteria tercantum pada Permendagri 79 tahun 2018 yaitu kriteria layak meliputi memiliki potensi untuk meningkatkan penyelenggaraan pelayanan secara efektif, efisien dan produktif serta memiliki spesifikasi teknis terkiat layanan umum kepada masyarakat. Sedangkan kriteria berpotensi meliputi perkiraan rencana pengembangan yang dilihat dan perhitungan/rencana peningkatan pendapatan dalam beberapa tahun kedepan dengan ditetapkannya menjadi BLUD.
Dari 2 (dua) persyaratan yang dimaksud, SMK memerlukan payung hukum, yang lebih jelas dalam penerapan BLUD dan pemerintah daerah belum dapat menentukan semua SMK yang berada diwilayahnya untuk dijadikan BLUD karena kesiapan secara nyata dan secara aturan belum dapat terpenuhi walaupun kesiapan data telah terpenuhi. Sebaiknya kebijakan gubernur berorientasi pada salah satu SMK atau lebih untuk dapat dijadikan pilot project pada penerapan BLUD dan perlu diberikan motivasi ataupun feed back bagi sekolah selain SMK Pilot Project agar terdapat bersaing di dunia industri yang mengarah pada revolusi 4.0 dan lulusan SMK dengan nilai tinggi belum dipastikan dapat masuk dunia kerja yang berbeda saat mengenyam bangku sekolah.
PENULIS:
Miro Bastian, SH
(Analis Hukum pada Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung)