KEKUATAN ILMU HUKUM BAGI PEMRAKARSA DALAM PENYUSUNAN PERATURAN KEPALA DAERAH

Pembentukan produk hukum yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan salah satu upaya untuk memberikan kepastian hukum dalam melaksanakan kewenangannya demi terciptanya pembangunan daerah yang terencana, terpadu dan berkelanjutan pada koridor hukum dengan memperhatikan dasar peraturan kepala daerah yang merupakan perintah langsung dan kewenangan tanpa mengesampingkan peraturan lebih tinggi yang memerlukan penjabaran lebih lanjut.

Produk Hukum pemerintah daerah yang diprakarsai oleh perangkat daerah dan berbentuk peraturan kepala daerah perlu mempersiapkan penjelasan atau keterangan mengenai alasan atau pertimbangan yang dapat dituangkan dalam konsideran pada sistematikanya guna mendukung perlu atau tidak peraturan kepala daerah tersebut dengan memperhatikan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Pemrakarsa peraturan kepala daerah harus memperhatikan dampak dari norma atau kaidah yang akan diatur dengan melibatkan perangkat daerah yang terkait untuk memperkaya dan memperjelas maksud pengaturan substansi dan materi yang akan menggambarkan implikasi penerapan dalam penyelenggaraatn pemerintahan sesuai kewenangan.

Keterlibatan perangkat daerah lain atau unit kerja diperlukan dalam memperluas substansi dan materi pada ranah Pemrakarsa guna melihat sejak dini adanya tumpang tindih terhadap peraturan lebih tinggi atau kebijakan lain yang mempengaruhi kesatuan persepsi perspektif hukum yang akan diatur.

Kepala daerah merupakan unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom artinya mempunyai hak, wewenang dan kewajiban dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat pada sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Selain Perangkat Daerah lain, Pemrakarsa dapat melibatkan unit kerja bidang hukum untuk mempermudah harmonisasi dan sinkronisasi jangkauan serta arah pengaturan pada kerangka sistem hukum yang berlaku dengan pelibatan tersebut bukan berarti mengurangi tanggung jawab terhadap substansi materi muatan peraturan kepala daerah tersebut sampai diberlakukan dan diterapkan oleh semua perangkat daerah yang ada di pemerintah daerah.

Pertanggungjawaban Pemrakarsa terhadap muatan materi yang diatur perlu memperhatikan aspek hukum yang timbul untuk meminimalisir penyimpangan arah dan tujuan terbentuknya perkada tersebut dikarenakan sebagai perangkat daerah yang secara teknis mengetahui secara rinci dan detail pelaksanaan terhadap peraturan kepala daerah tersebut. Perbedaan pendapat terhadap dasar hukum merupakan hal yang wajar pada dinamika hukum demi mendapatkan suatu pengaturan yang tepat sasaran dan pemenuhan kebutuhan berbagai aspek dalam sistem pemerintahan.

Dengan membangun paradigma pembentukan peraturan kepala daerah melalui proses sesuai dengan ketentuan tentu dapat memberikan dampak terhadap proses penetapan karena dalam prakteknya terdapat rancangan peraturan kepala daerah yang disampaikan perangkat daerah ke bagian/biro hukum yang relatif tidak sesuai dengan tujuan sehingga menyulitkan dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk diproses lebih lanjut.

Pola pikir seperti ini perlu dikesampingkan oleh setiap perangkat daerah yang diorganisir kepala perangkat daerah dengan membuat langkah ataupun strategi untuk memaksimalkan kelancaran proses peraturan kepala daerah salah satunya yaitu pembahasan secara internal ataupun dengan pola Forum Grup Discusion.

Penyatuan persepsi dalam muatan materi peraturan kepala daerah perlu dituangkan dengan pendalaman materi oleh Pemrakarsa yang dapat berupa pembahasan secara internal dan intensif sebelum disampaikan ke bidang hukum, Langkah ini juga perlu ditunjang dengan penugasan pegawai yang memiliki kompetensi dan kapabilitas dalam menjawab substansi yang akan diatur.

Pembahasan secara internal pada tingkat Pemrakarsa minimal unit yang membidangi diharapkan dapat menghasilkan kaidah yang telah disepakati dan akan diatur dengan batasan materi sehingga output dari perkada tersebut dapat dipertanggungjawabkan dan tersistematis.

Identifikasi dan pemecahan permasalahan dapat juga dijadikan suatu rujukan bagi Stakeholder dalam bentuk penjelasan dari hasil metode yaitu pembahasan dan menambahkan unsur referensi yang ada di lapangan ataupun faktor sosiologis serta kearifan lokal dengan harapan semua norma yang hendak diatur dapat diformulasikan ke bahasa hukum.

Pada akhirnya Pemrakarsa merupakan ujung tombak terbentuknya perkada yang mengakomodir kebutuhan semua aspek yang diatur tanpa bertentangan dengan peraturan lebih tinggi dengan harmonisasi dan sinkronisasi yang dilakukan oleh perangkat daerah yang membidangi hukum.

Pimpinan perangkat daerah Pemrakarsa harus menugaskan tim atau pegawai yang memiliki kompetensi dan pengetahuan tanpa mengubah perwakilan perangkat daerah terkait pembahasan peraturan kepala daerah di perangkat daerah yang membidangi hukum untuk menghindari terjadinya miss komunikasi materi dan substansi yang akan diatur.

Tim atau pegawai yang ditugaskan haruslah mengetahui secara mendalam dengan wawasan yang dimilikinya dalam perumusan ruang lingkup, jangkauan, arah pengaturan yang akan diwujudkan dalam peraturan kepala daerah tersebut.

Penulis: 
Miro Bastian, S.H