FUNGSI SATPOL PP DALAM PENEGAKAN PERDA DAN PERKADA

Dalam realita kehidupan bermasyarakat, seringkali penerapan hukum tidak berjalan efektif dan efisien. sehingga wacana ini menjadi perbincangan menarik untuk di bahas dalam perspektif efektifitas hukum. Artinya benarkah hukum yang tidak efektif atau pelaksana hukum sesungguhnya yang berperan untuk mengefektifkan hukum itu?

Menurut Soerjono Soekanto bahwa faktor yang mempengaruhi efektifitas suatu penerapan hukum tersebut ada lima, yaitu:

1.  Hukumnya sendiri.

2.  Penegak hukum.

3.  Sarana dan fasilitas.

4.  Masyarakat.

5.  Kebudayaan.

Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas penegaknya kurang baik, tentu bermasalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum dengan mengutip pendapat J. E. Sahetapy yang mengatakan “Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa kebenaran adalah suatu kebijakan. Penegakan kebenaran tanpa kejujuran adalah suatu kemunafikan. Dalam kerangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegakan hukum (inklusif manusianya) keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, harus terasa dan terlihat, harus diaktualisasikan”.

Dalam konteks penegakan perda dan/atau perkada, Satuan Polisi Pamong Praja memiliki kedudukan dan fungsi yang cukup penting sebagai salah satu perangkat dan aparatur pemerintah daerah. Menurut ketentuan Pasal 255 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah “Satuan Polisi Pamong Praja dibentuk untuk menegakkan perda dan perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat”.  

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja diketahui secara jelas kewenangan Satuan Polisi Pamong Praja antara lain:

  1. Melakukan tindakan penertiban nonyustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau perkada;
  2. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat;
  3. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas perda dan/atau perkada; dan
  4. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas perda dan/atau perkada.

Berdasarkan beberapa kewenangan tersebut diatas, jelas bahwa Satuan Polisi Pamong Praja dapat diumpamakan sebagai salah satu “penjaga” dalam penegakan suatu perda dan perkada. Melihat kewenangan yang sangat besar dimiliki oleh Satuan Polisi Pamong Praja tentu membuat institusi tersebut untuk berperan aktif keterlibatannya dalam proses pembentukan serta mengawal perjalanan perda dan perkada.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menyebutkan bahwa salah satu tugas Satuan Polisi Pamong Praja yaitu melakukan tindakan penertiban nonyustisial, menindak bagi yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat, penyelidikan terhadap pelanggaran perda dan/atau perkada, dan tindakan administratif. Kewenangan yang cukup besar tersebut semestinya dapat dimaksimalkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Namun pada kenyataannya, masih terdapat tugas dan kewenangan sebagai penegak perda dan/atau perkada terkesan belum dioptimalkan oleh Satuan Polisi Pamong Praja. Salah satu contoh adalah penindakan pabrik kelapa sawit yang mencemari udara dan air, penindakan masalah tambang ilegal dan penindakan masalah keamanan dan ketertiban umum serta tugas lain yang melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja tercantum dalam suatu perda dan/atau perkada. Disamping itu, dalam berhadapan dengan sekelompok masyarakat perlu dikedepankan pendekatan atau cara-cara yang persuasif agar tidak menimbulkan konflik dan kegaduhan di masyarakat. Alih-alih ingin menegakkan perda/perkada dan menjaga ketertiban umum dan ketenteraman masyarakan, Satuan Polisi Pamong Praja malah menciptakan suasana yang kurang kondusif di masyarakat.

Berdasarkan kewenangan yang ada, tentu tidak ada satu orang pun yang meragukan fungsi dan peranan yang diemban oleh Satuan Polisi Pamong Praja dalam menegakkan perda dan/atau perkada. Pada sisi yang lain, masyarakat juga perlu diberikan sosialisasi dan ruang untuk berperanserta dalam penyusunan raperda dan/atau raperkada. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir terjadinya kesalahpahaman dan persinggungan antara masyarakat dan Satuan Polisi Pamong Praja.

Dalam menjalankan tugasnya, Satuan Polisi Pamong Praja dihadapkan pada posisi yang sulit “bagaikan buah simalakama”. Pada satu sisi Satuan Polisi Pamong Praja menegakkan perintah perda dan/atau perkada yang belum sepenuhnya melibatkan mereka dalam proses pembentukannya. Sedangkan pada sisi yang lain harus menghadapi masyarakat yang mungkin kurang mendapatkan sosialisasi terhadap perda/perkada yang dibentuk. Padahal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah membuka “kran” bagi masyarakat untuk berperan aktif dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan (perda).

Kondisi tersebut perlu kita hindari dengan cara melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

  1. Sosialisasi terhadap perda dan/atau perkada secara masif baik melalui media televisi lokal, cetak, dan online.
  2. Memperbanyak keterlibatan Satuan Polisi Pamong Praja dalam proses penyusunan perda dan/atau perkada.
  3. Menambah jumlah SDM pada Satuan Polisi Pamong Praja.
  4. Meningkatkan kualitas SDM pada Satuan Polisi Pamong Praja secara kontinyu. dan
  5. Mendorong terjalinnya kerjasama dan koordinasi antara Satuan Polisi Pamong Praja dengan TNI, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia dan pengadilan dalam hal penegakkan perda dan/atau perkada.

Dengan demikan, kita semua tentu berharap agar tujuan dari dibentuknya perda dan/atau perkada dapat tercapai serta kehidupan masyarakat secara keseluruhan menjadi lebih aman, tertib dan tentram.

Sumber: 
BIRO HUKUM SETDA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
Penulis: 
GALIH PRIHANDANI UTOMO, S.H.