ALTERNATIF PENENTUAN KUALITAS PERDA MELALUI METODE RIA

Regulatory Impact Assessment atau Regulatory Impact Analysis (RIA) sebagaimana diketahui merupakan suatu metode yang lumrah digunakan atau diterapkan oleh negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangannya ataupun sebagai alat penilaian terhadap peraturan yang sedang berjalan, bahkan penggunaanya terhadap bidang lainnya seperti ekonomi.

Di Indonesia metode ini telah diterapkan oleh beberapa instansi pemerintah pusat antara lain seperti Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Kepegawaian Negara. Bahkan di Badan Kepegawaian Negara metode ini dijadikan sebagai regulasi yang ditetapkan melalui Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penggunaan Metode Regulatory Impact Assessment dalam Pembentukan Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara.

RIA sendiri dari beberapa sumber dapat diartikan sebagai proses analisis dan pengkomunikasian secara sistematis terhadap kebijakan baru ataupun kebijakan yang telah ada yang menghasilan bentuk laporan.

Dengan demikian penerapan RIA tidak hanya digunakan pada tahapan proses pembentukan peraturan, tetapi juga evaluasi terhadap peraturan yang telah ada dan kebijakan lainnya yang berdampak luas terhadap masyarakat.

Dalam konteks peraturan daerah, metode ini bagi penulis merupakan alternatif penting dalam proses penyusunan dalam rangka meningkatkan kualitas peraturan daerah ini sendiri, terutama peraturan yang menyangkut pelayanan publik.

Kenapa menjadi penting alasannya antara lain karena masih terdapat peraturan daerah yang dihasilkan yang bersifat elitis, dan pragmatis. Elitis dalam arti bahwa regulasi berbentuk peraturan daerah dianggap hanya domain pemerintahan daerah sehingga keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan tidak terlalu dianggap penting, sedangkan pragmatis mencirikan bahwa peraturan daerah yang dibentuk hanya sebagai alat legitimasi kewenangan yang kurang pertimbangan terhadap dampak peraturan yang dikeluarkan sehingga tidak heran jika di beberapa daerah terdapat penolakan dan perlawanan dari masyarakatnya.

Selain itu peraturan daerah sebagai instrumen hukum di daerah tidak terlepas dari pengaruh dan konfigurasi politik, karena memang hukum sejatinya adalah produk politik baik tingkat nasional maupun daerah sehingga beberapa produk yang dihasilkan syarat dengan kepentingan politik.

Akumulasi kurang berkualitasnya suatu produk hukum di daerah tercermin dari banyaknya peraturan yang tidak dapat dijalankan, bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, multitafsir, pencabutan, dan bahkan pembatalan.

RIA sebagai alternatif sangat memungkinkan untuk diterapkan dalam pembentukan peraturan daerah, terutama pada tahapan rencana penyusunan karena pada tahapan inilah RIA dapat mempromulasikan apakah suatu peraturan yang akan dibentuk sangat diperlukan atau tidaknya.

Undang-Undang 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebenarnya sudah mensyaratkan hal ini dalam bentuk kajian akademis, namun sebagaimana diketahui bentuk kajian akademis itu sendiri tidak dijabarkan secara rinci mengenai bagaimana teknis pelaksanaannya.

RIA dalam pelaksanaannya memiliki tujuh tahapan meliputi perumusan masalah, perumusan tujuan, identifikasi alternatif atau opsi tindakan penyelesaian masalah, analisa manfaat dan biaya masing-masing opsi, konsultasi publik dalam semua tahapan, penentuan opsi terbaik dalam penyelesaian masalah, dan merumuskan strategi implementasi.

Setelah semua tahapan ini dilaksanakan secara konsisten akan menghasilkan output akhir yang dirumuskan dalam sebuah laporan RIA. Hasil laporan inilah yang dapat dijadikan sebagai konklusi dari rencana penyusunan mengenai tingkat urgensi dari peraturan yang akan dibentuk.

Mengingat bahwa penyusunan ini pada tahapan proses rencana awal penyusunan peraturan daerah maka menjadi kerangka berfikir prangkat daerah sebagai pemrakarsa untuk melaksanakannya secara konsisten.

Dalam beberapa hal penyusunan peraturan daerah masih dilaksanakan dengan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga seperti perguruan tinggi atau instansi yang dianggap kompeten di bidang hukum. Hal ini tidak ada salahnya, tetapi bagi penulis perlu pertimbangan yang lebih, karena selain berdampak terhadap biaya yang relatif besar dikeluarkan daerah juga kompetensi itu sendiri terkait teknis persoalan.

Instansi pemrakarsa sebagai inisiator tentu lebih memahami persoalan teknis didalamnya sehingga muncul upaya menjawab atau menyelesaikan masalah melalui peraturan daerah. Sebagai satu kesatuan instansi pemrakarsa dapat malaksanakan koordinasi dengan instansi lainnya yang terkait guna memberikan pandangan dalam rangka penyelesaian persoalan tersebut.

Selain itu perlu intensitas pelaksanaan konsultasi publik, hal ini penting karena pada dasarnya kebijakan yang bersifat pelayanan publik yang terkena dampaknya adalah masyarakat sehingga pelibatan masyarakat dalam proses penyusunan menjadi keharusan.

Dalam metode RIA proses ini sangat rinci dijelaskan, jika diterapkan dapat memberikan kegunaan yang cukup signifikan dalam penentuan proses perencanaan peraturan daerah antara lain memberikan alasan perlunya intervensi pemerintah, penyusunan regulasi adalah alternatif terbaik, biaya penyusunan regulasi lebih kecil dibandingkan dengan manfaatnya, validitas bahwa konsultasi publik telah dilaksanakan dengan maksimal, validitas kepatuhan akan proses pembentukan, dan memudahkan proses pelaksanaan pada tahapan selanjutnya.

Namun pengimplementasian RIA tidak serta merta dapat dilaksanakan dalam setiap penyusunan peraturan daerah karena sebagai metode, RIA sendiri masih jarang diterapkan di daerah, hal ini menyangkut pemahaman dan pengetahuan terkait pelaksanaannya sehingga perlu adanya upaya pembelajaran melalui berbagai kegiatan guna mempopulerkan metode ini.

Akhirnya untuk mewujudkan kualitas suatu peraturan daerah selain yang telah dijelaskan di atas, perlu adanya kebijaksanaan dari setiap pemangku kepentingan terutama menyangkut political will dari pengambil kebijakan itu sendiri sebab sesempurna apapun metode jika hanya di atas kertas maka tidak akan berdampak terhadap suatu persoalan.

(saran & kritik: sulaiman.ibrahim.m2@gmail.com)

Penulis: 
SULAIMAN, S.H.