Kalimat tunjangan tak terasa asing lagi bagi para pegawai terutama Pegawai Negeri Sipil (PNS) karena selain gaji, PNS juga menerima tunjangan dan fasilitas sesuai dengan Pasal 80 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Tunjangan yang bakal diterima oleh PNS meliputi tunjangan kinerja dan tunjangan kemahalan. Mata berbinar hatipun terasa sejuk mengetahui perhatian pemerintah terhadap nasib PNS apalagi PNS di daerah yang dilanda kegundahan terhadap besarannya yang tidak merata tergantung dari kemampuan daerah tetapi harus disyukuri walaupun terdapat tuntutan terhadap besaran tunjangan menjadi resiko pendapatan sebagai tambahan penghasilan dari gaji yang telah ada.
Tahun 2018 terdapat 4 (empat) peraturan presiden yang mengatur tunjangan kinerja pada 4 (empat) kementerian yaitu Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Tunjangan kinerja diberikan dengan pertimbangan peningkatan penilaian reformasi birokrasi, capaian kinerja organisasi, dan capaian kinerja individu. Atas pertimbangan tersebut, pada 14 November 2018, telah menandatangani Perpres Nomor 119 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Perhubungan, Perpres Nomor 120 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Perindustrian, Perpres Nomor 121 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pertanian dan Perpres Nomor 122 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Perdagangan.
Peraturan Presiden yang telah ada memicu pemerintah daerah untuk mengadopsi sistem maupun manajemen tunjangan kinerja pada PNS di daerah dengan pola penerapan yang didapatkan dari berbagai macam aspek dan juga tergantung dari kajian maupun analisis yang dilakukan melalui sinergitas dengan kebijakan kepala daerah namun hasil kajian/analisis tersebut perlu diukur dengan indikator tugas dan fungsi yang melekat pada unit kerja sebagaimana diatur dalam peraturan kepala daerah sebagai implementasi dari peraturan daerah tentang perangkat daerah.
Namun penerapan di daerah harus dilihat dari berbagai faktor terutama kemampuan daerah selain kebijakan kepala daerah terutama kinerja pegawai dari berbagai simulasi ataupun formulasi yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah itu sendiri atau daerah lain sebagai pembanding terhadap pemberian tunjangan berdasarkan kinerja. Perlu dilakukan tolak ukur untuk menilai kinerja pegawai dengan realisasi dari perencanaan yang dilakukan oleh pegawai tersebut dapat kita simulasikan pada sektor swasta yaitu seorang mekanik mobil dibayarkan upahnya berdasarkan tingkat kesulitan pekerjaan tersebut dengan keahlian yang dimilikinya, begitu juga sesesorang dengan jabatan analisa yang dibayarkan tunjangannya berdasarkan uraian tugas dari jabatannya.
Kompleksitas pekerjaan dari berbagai jabatan yang ada di pemerintahan daerah diperlukan waktu dan campur tangan beberapa pihak dengan konsep dan manajemen yang dapat membuat PNS berpacu dalam merealisasikan pekerjaan yang direncanakan tanpa tercipta nuansa “ada tapi tiada” maksudnya diatas kertas pekerjaan tersebut ada tetapi sebenarnya tidak ditemukan hasil nyata dari pekerjaan tersebut atau sebaliknya “Tiada tapi ada” yang sering dijumpai pada pekerjaan yang memerlukan pemikiran haruskah hasil pemikiran tersebut dituangkan dalam bentuk tulisan. Nuansa seperti ini yang perlu dihindari dan perlulah bahan perbandingan dari beberapa kementerian, lembaga ataupun universitas negeri, tetapi tergantung dari mindset pegawai dan pengambil kebijakan yang didukung oleh kemampuan daerah terhadap manajemen tunjangan kinerja yang akan diterapkan daerah.
Skema Tunjangan Kinerja perlu dirumuskan dengan melibatkan komponen perangkat daerah yang disertai dengan kajian secara berkelanjutan dan dievaluasi melalui tim ataupun atasan langsung terhadap ketercapaian target secara personal yang mencerminkan tingkat pelaksanaan tugas, output kerja yang dihasilkan dan kontribusinya terhadap ketercapaian kinerja, kedipsiplinan dan perilaku dalam bekerja dapat dirangkum dalam sasaran kinerja pegawai ataupun kontrak kinerja pegawai.
Terhadap perangkat daerah yang merasa memiliki beban kerja yang lebih perlu dievaluasi kembali kadar lebihnya terletak pada semua komponen perangkat daerah tersebut atau hanya segelintir bagian di perangkat daerah itu. Peninjauan lapangan perlu dilakukan untuk melihat secara nyata kejelasan beban kerja unit kerja tersebut bukan hasil karangan diatas kertas oleh tim yang mempunyai kapabilitas khusus. Hal ini perlu dikaji kembali untuk melihat korelasi tunjangan kinerja yang didapatkan dengan kejelasan hak dan kewajiban yang terukur dan dapat memacu produktivitas yang menjamin kesejahteraan, optimalisasi prestasi dan kinerja, kesetaraan dan kesimbangan yang dikaitkan pada kompetensi, prestasi, kompleksitas tugas dan risiko jabatan, walaupun setiap jabatan yang ada pemerintahan daerah telah mempunyai kelas jabatan yang memerlukan sentuhan evaluasi dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Kompleksitas tugas dan risiko jabatan merupakan salah satu point penting yang membuat jabatan pada setiap unit kerja tidaklah sama tergantung dari tugas dan fungsi yang disematkan pada unit tersebut serta tugas tambahan yang diberikan oleh pemimpin. Tugas tambahan dengan tingkat kerumitan yang tinggi membutuhkan pemikiran yang cepat tanggap dari seseorang atau tim dan disertai pelaksanaan tugas secara professional dengan memberikan solusi dari permasalahan tersebut sesuai dengan kaidah, norma dan ketentuan peraturan perundang-undangan demi keberlangsungan kinerja pemerintah daerah walaupun kadangkala hasil pemikiran yang dilakukan secara professional tersebut dapat dikalahkan oleh kebijakan yang berakibat dilakukan kembali olah pikir sebagai tugas tambahan untuk mendukung kebijakan tersebut. Sifat pelaksanaan uraian tugas seperti ini juga perlu dipertimbangkan untuk memacu produktivitas yang dapat dipertanggungjawabkan.